Di interview pertama, gw kaget karena keluar pendapat seorang guru SD yang bilang kalo ketidakpastian untuk dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (SMP) adalah sesuatu yang menjadi kekhawatiran anak SD di Cirebon. DENG!!! Komentar ini sama sekali ngga keluar selama gw wawancara dengan Ibu-Ibu di Jakarta. Miris ya! Ngga jauh-jauh amat dari sini (Cirebon), di Jakarta semua SMP negeri sudah menggratiskan sekolah sebagai bentuk nyata program wajib belajar 9 tahun.
Di wawancara gw yang kedua, ngga keluar tuh kekhawatiran itu. Kaget dong gw, dan ini mengundang rasa ingin tahu gw. Setelah gw tanya, ternyata mereka ngga khawatir bisa atau ngga melanjutkan sekolah ke SMP, kenapa? KARENA MASIH SEDIKIT DARI MEREKA YANG PUNYA KESADARAN UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH. JRENG!!!!
Banyak juga di antara mereka yang baru bisa baca kelas 3 SD. Ini masih di cirebon loh. Kota yang 4 jam dari Jakarta, 2 jam dari Bandung, ngga jauh2 amat dari pusat peradaban. Terus apa kabar saudara-saudara kita yang di NTT atau bahkan Papua ya? Oh iya, mereka belum kenal internet, karena tekhnologi yang sudah bisa masuk kantong kita itu baru sampai di gurunya. Mereka sendiri baru mulai kenalan sama komputer.
Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga besar, yang jumlah anaknya minimal 5 dan bisa sampai 12. Kalau anak cowok pertama sih biasanya masih diusaha-usahain sama orang tua buat sekolah lebih tinggi, tapi buat anak yang kesekian yang penting bisa baca aja udah bagus.
Tapi dari sekian banyak kekurangberuntungan mereka, ada satu hal yang harusnya bikin iri anak-anak seantero Jakarta, mereka masih main MAINAN TRADISIONAL, kaya gobak sodor, bekel, karet, dan sepak bola.
Bukankah di setiap harta kita ada hak mereka?
Cirebon, 22:27, 13 Januari 2011